Pentingkah Memikirkan Usiamu?

Liburan kali ini, memang tidak banyak kegiatan refreshing yang bisa kulakukan. Ayah dan ibuku masih aktif bekerja dan bulan lalu kakak iparku melahirkan anak pertamanya. Kehadiran Si Bos Cilik menjadi pembuka pertama kebahagiaan keluarganya beserta Bapak dan Ibu, tak terkecuali aku sendiri. Belum pernah aku melihat ciptaan Tuhan yang sangat indah dan sangat menggemaskan hadir di sela-sela hidupku. Aku seperti memiliki adik perempuan dan rasanya sangat membahagiakan. Namun, karena tempat tinggal kami berjauhan, aku selalu menunggu-nunggu kiriman video Si Bocil melalui Whatsapp. Aku selalu bahagia melihatnya tumbuh sehat dan semakin pintar. Si Bocil selalu menyimak setiap orang yang berbicara padanya, ia sudah bisa tersenyum dan senang main air. Sayangnya, aku tak bisa terlalu sering menjenguknya. Ada banyak hal yang harus kuselesaikan dan rasanya tidak nyaman mengerjakan tugasku disana. 

Ya, belum lama ini.. sekitar dua bulan yang lalu, aku membuat sebuah channel YouTube.  Sekilas membuatnya sangat mudah, padahal rumit sekali perencanaan konsep dan pelaksanaannya. Membuat sebuah video membutuhkan konsep yang matang, mulai dari materi, cara penyampaian, penampilan kita, dan editing harus pas. Penyusunan konsep juga harus mempertimbangkan durasi. Seringkali, aku harus take video berulang kali sampai betul-betul lancar menyampaikannya. Agar tidak lupa, biasanya aku menyiapkan script untuk dipelajari terlebih dahulu. Setelah aku menjalaninya sendiri, aku baru paham dan lebih mengapresiasi content creator yang pastinya sudah membuat video susah payah bahkan sampai berjam-jam. 

Di satu sisi, aku punya kesibukkan di organisasi yang masih banyak PR. Kadang, sempat terpikir olehku untuk berhenti dan kembali ke konsep seperti tahun lalu. Tapi, aku berpikir lagi.. Lalu, untuk apa effort kami selama ini? Aku berusaha meyakinkan diri dan teman-temanku bahwa pasti ada solusi dari setiap kendala yang dihadapi. Berhenti mengupayakan hal yang sulit bukanlah solusi karena itu tidak akan membuat kita berkembang. Seperti apa kata ayahku, 

"Setiap orang di dunia ini diberikan dua jalan, yaitu jalan yang sulit dan jalan yang mudah. Tapi, kebanyakan, orang memilih yang mudah."

Aku tidak mau seperti itu. Kalah oleh situasi bukan hal yang tepat. 

Hidup ini memang njelimet, penuh dengan masalah. Tapi, kita hidup dari masalah. Kalau kata dosenku dulu,

"Siapa orang yang tidak punya masalah? Hanya orang yang sudah mati yang tidak punya masalah."
 
Mungkin, beberapa temanku, terutama yang sudah lulus sarjana, sudah punya kesibukan masing-masing dan bahkan berkeluarga. Tidak ada yang sibuk memikirkan untuk berorganisasi lagi, membuat channel YouTube (mungkin beberapa), dan bermain di timezone atau nongkrong sampai tengah malam di Kafe 24 jam. Semua berpikir untuk melangkah ke jenjang hidup yang baru, the real life. Pemikiran mereka sudah jauh berbeda dibandingkan dengan mereka yang dulu masih di tahun pertama--yang cenderung masih idealis dan tidak realistis (kita hidup juga butuh makan haha true). Begitu juga dengan keluargaku. Tidak ada cerita usil dan bercanda dengan mengelitiki kakakku lagi atau bertengkar dengannya karena masalah kecil. Sekarang, ia sudah dewasa dan menjadi seorang ayah. Sikapku pun mulai lebih diperhatikan oleh kedua orang tuaku. Orang-orang zaman dulu bilang, "Anak perempuan harus bisa masak, bangun pagi, menyapu, mengepel, menyuci, dan melakukan berbagai tugas rumah tangga lainnya." Hal-hal kecil seperti sopan santun dalam berbicara, sikap kita berhadapan dengan setiap orang dan setiap permasalahan yang dulu tak pernah kupikirkan, justru menjadi topik sehari-hari saat makan malam bersama bapak dan ibu. Dan.. Aku belajar satu hal bahwa berkata itu sangat mudah, tapi berbuat itu belum tentu mudah apalagi membuat suatu keputusan. Usiaku sudah berkepala dua, tak lagi pantas disebut anak-anak atau remaja. Julukan 'sudah dewasa' adalah frasa baru dalam kamus hidupku, yang berarti aku baru memasuki gerbang menuju pribadi dewasa yang sesungguhnya. Menurutku, masa-masa ini adalah masa terberat dan tergalau sepanjang hidup. Sebab, di satu sisi, belum siap mental memasuki usia 21 tahun. Namun, bagiku, usia tidak mencerminkan kedewasaan. Dirimu adalah cerminan kedewasaanmu. Apa yang kita lakukan, yang kita pilih, yang kita ucapkan, yang kita berikan, yang kita temani, dan apapun itu yang kita putuskan adalah cerminan kedewasaan kita. Menurutku, dewasa itu tidak dapat dirasa, tapi mengalir dengan sendirinya. Situasi yang membuatku menjadi dewasa. Dengan sendirinya, masa yang sudah kulewati membuatku menjadi pribadi yang lebih banyak menimbang pikiran dan perasaan sebelum bertindak, bukan usia.

Kenapa aku terinspirasi untuk menulis artikel ini?
 
Aku mendapatkan pertanyaan ini dari seorang penonton videoku di YouTube. Ia bertanya, "Apa yg bikin kakak gak aware dgn usia kakak dibanding temen2, ketika kakak lulus nanti temen2nya udah pda lulus dari kapan?"

Pertanyaan ini membuatku diam sejenak karena pertanyaan ini sangat lucu. Menurutku, kita perlu mengubah cara pandang kita dalam melihat usia. Hidup kita pasti akan berbeda ketika berpikir, "Usiaku sudah tua. Seharusnya aku sudah lulus seperti teman-temanku." dibandingkan dengan, "Aku sudah hidup sekian tahun dan sisa waktuku tidak lama. Sekarang, selagi aku masih kuliah, apa yang bisa aku lakukan sebelum aku sudah lulus dan bekerja nanti?" Terkadang kita berpikir usia kita semakin menua, tapi aku justru berpikir sebaliknya. Usia itu bagaikan timer. Jika kita hanya diberikan lima puluh tahun hidup di dunia ini dan sekarang kita sudah menjalani hidup selama 21 tahun, sisa waktu kita tinggal 24 tahun. Jika kita berpikir sudah tua dan tertinggal dari teman-teman yang lain, yang terpikir oleh kita adalah keterbatasan. Semua hal menjadi sulit karena berpikir "sudah terlambat, ketuaan, atau bukan waktunya lagi." Tapi.. Jika kita berpikir waktu hidup kita tidak banyak, kita justru bisa melakukan apapun dan selalu berpikir, "Aku harus bisa mencapainya sebelum waktuku habis karena bisa jadi ini satu-satunya kesempatan yang kumiliki." That's why I don't have a problem with that and I'm a visionary.  I choose my way not because of my age or anything else but because of my passion, the things I love to do. Sebab, menjadi dokter itu akan menjadi bagian dari sisa hidup saya dan mengerjakan apa yang saya sukai adalah salah satu hal yang bisa membuat saya bertahan dalam menjalani kehidupan bertahun-tahun.

Bayangkan, kamu terjebak dalam satu pilihan yang tidak kamu sukai dan memilih terjebak disana karena nanti kamu akan terlambat lulus dibandingkan temanmu yang lain jika kamu memilih untuk mengikuti kata hatimu... For some people, they have ability to adapt. But some people who cannot adapt with that condition, they're stressed out. Menurutku, tidak penting usia kita berapa, yang terpenting adalah bagaimana kita menjalani sisa hidup kita. Apalagi menjalani apa yang kita sukai, kita pasti akan berupaya lebih maksimal dan pasti akan merasa lebih bahagia. And last but not least, ada banyak hal yang tidak kita rencanakan terjadi begitu saja. Padahal jika dipikir-pikir, kenapa aku melakukan ini ya? Kenapa harus tahun ini? Kenapa tidak tahun depan? Kenapa tidak tahun lalu? Aneh memang. Contohnya, kakakku tidak merencanakan sama sekali untuk menikah di usia yang terbilang cukup muda untuk seorang lelaki, yaitu usia 24 tahun. Tapi, Tuhan berkata lain. Ia dipertemukan dengan jodohnya menjelang usia 23 tahun. Kalau mereka tidak menikah tahun lalu, mungkin tidak ada Si Bocil yang tingkah polahnya selalu membuat bahagia setiap orang. Temanku? Hahaha. Tiga orang menikah di usia muda dan MASIH KULIAH. Bahkan, satu di antaranya menjadi mahasiswa berprestasi dari jurusan kedokteran gigi. Sekarang, ia sudah memiliki anak yang sangat tampan dan pintar. Aku yakin, di antara teman-temanku pasti ada yang sebenarnya sudah membuat rencana yang sangat detail justru berlawanan dengan takdir Tuhan. 

Bagiku, apadaya seorang manusia.. Hanya menumpang dan selalu meminta hahaha. Kita hanya bisa berikhtiar dan yang menentukan hanya Tuhan. Takdir Tuhan adalah rencana yang paling indah. Rencana yang tidak pernah kita ketahui, tapi tak disadari kita semakin mendekatinya. Itulah takdir.. tak terduga tapi pasti. 


Saya Vanodya, sampai jumpa di tulisanku berikutnya!





Komentar

Postingan Populer