The Emptiness

Jika seseorang bertanya kepadaku, "Pernahkah kamu merasa kosong atau hampa dengan hidupmu? 
Atau pernahkah kamu jenuh melakukan rutinitas dalam hidupmu?"

Jawabanku, pernah. Aku tak tahu bedanya jenuh dengan hampa, mungkin yang kualami adalah gabungan keduanya. Yang kurasa seperti ada suatu potongan puzzle yang hilang. Ada banyak hal yang sudah kulakukan, namun tetap saja masih merasa ada yang kurang. Aku seringkali mencoba menghibur diriku dengan bermain dan bersenda gurau dengan teman-teman, tak jarang juga aku pergi jalan-jalan bersama keluarga untuk melepas penat dan mencoba mengobati kekosongan yang kurasakan. Tapi, tetap selalu ada rasa kosong dalam diri ini. 

Semakin hari, semakin sempit dunia ini bagiku. Setiap harinya bertemu orang yang sama. Dia lagi.. dia lagi.. Ya, mungkin karena ini aku merasa jenuh. Pikiranku penuh tanya, mencari solusi untuk kekosongan yang menyelimuti perasaanku saat ini. 

Hingga suatu hari, aku mendengarkan kajian singkat dari salah satu kyai terkenal di Indonesia. Semenjak saat itu, aku mulai tertarik belajar ilmu agama dan selalu mencari hukum dari apa yang kuperbuat atau suatu hal yang meragukan hatiku. Aku pun sering bertanya ilmu agama kepada temanku, Salsa. Dia adalah teman baikku yang selalu menjawab berbagai pertanyaanku tentang ilmu tauhid dan fiqih yang selalu dia jawab dengan hadist dan ayat Al-Qur'an. Pernah suatu saat, aku sampai takjub dan menangis mendengar jawabannya.. Pada titik itulah, aku menyadari bahwa ternyata Allah sudah mengatur segalanya dalam kitab suci Al-Qur'an dengan sangat jelas, tetapi aku tidak pernah menyadarinya bahkan mencarinya.

Seiring berjalannya waktu, Salsa mulai mengajakku berdzikir saat sedang di perjalanan dan setelah sholat bahkan pagi dan sore, mengajakku sholat dhuha, dan menjalankan sholat qobla dan rawatib. Aku bersyukur melihat sosok teman yang baik dan bisa mengarahkanku mengikuti hal positif. Aku bersyukur bisa bertemu dengan sosok teman yang menurutku makin sulit kutemukan di antara teman-temanku yang lain.. sosok yang tidak patah semangat mengarahkan temannya ke arah yang lebih baik dan selalu sabar menjawab berbagai pertanyaanku. Berawal dari melihatnya, aku mulai melakukan hal yang sama dan perlahan kekosongan ini mulai terobati dan semakin membaik dari hari-ke-hari. 

Terkadang ada pikiran untuk sekali saja kembali seperti dulu.. Namun, aku berpikir kembali. Aku harus tetap istiqomah.. Di samping itu, agama bukan suatu hal yang dapat dikotak-kotakkan, melainkan sebuah petunjuk atau pedoman hidup kita. Agama tidak akan pernah terlepas dari segala aspek dalam kehidupan kita. Sebab, pada akhirnya, yang akan kita pertanggungjawabkan di akhirat adalah amal selama kita hidup dan kewajiban kita sebagai seorang muslim saat masih hidup di dunia.. Sehingga, mustahil kita hidup bebas tanpa tuntunan ajaran agama kita. 

Mirisnya, aspek lain seperti harta dan kekuasaan yang tidak bisa kita bawa ketika kita meninggal justru seringkali dibuat pusing oleh manusia sendiri. Kita sibuk memperebutkan dan mempermasalahkan rezeki, padahal Allah Maha Adil dan Maha Pemberi.. semua sudah diatur oleh-Nya dan semua di dunia ini semata-mata hanya milik Allah. Ibaratnya, kita hidup hanya "numpang" saja. Namun, masih saja kita mengeluh dengan pemberian-Nya, misal merasa kurang sempurna secara fisik. Padahal apakah kita sadar? Masih ada orang yang lahir dengan keterbatasan baik fisik maupun psikis dan lahir dengan penyakit yang parah bahkan nyawanya tidak dapat terselamatkan. Kurang apa nikmat yang Allah berikan kepada kita? 

Hal-hal tersebut yang terus membuatku berpikir, "Sekian banyak Allah memberi nikmat dan mengatur segalanya untuk semua umatnya, lantas apa yang sudah kukerjakan semata-mata hanya untuk Allah? Jangan-jangan selama aku hidup, tidak ada yang kudapatkan.. tetapi aku hanya melakukan kesalahan lalu melakukan kebaikan, kemudian kembali melakukan keburukan lalu terjerumus pada lubang yang sama.. tanpa memperbaiki diri dan tanpa menyesali kesalahan tersebut.. tanpa memohon ampun kepada Allah..."

Melalui segala tahapan dalam hidupku, aku mulai lebih legowo menerima jalan yang sudah Allah berikan dan mulai fokus untuk memantaskan diriku dihadapan Allah. Aku meninggalkan social media seperti instagram dan melakukan introspeksi diri.. Ini tidak berarti aku menutup telinga dari kritik dan saran teman-temanku.. Aku justru bersyukur dengan orang-orang tersebut yang lebih memerhatikan diriku ketimbang diriku sendiri. Namun, nilai tertinggi tetap di hadapan Allah, bukan orang lain. Jadi, mereka bukanlah penghalang untukku dalam melakukan berbagai hal. 


Karena dengan bekal niat karena Allah, insyaAllah semua akan berkah untukku.. dan perlahan rasa kosong ini tidak hanya terobati, tetapi kini terisi dengan ketenangan.. :)  


Komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer