Titik Terendah

Pada bulan Desember 2020, aku mengalami titik terendahku. Saat itu, kedua orang tuaku harus dirawat di rumah sakit karena mengalami COVID-19 gejala sedang dan berat. Kala itu, aku hanya sendiri di kos. Kawan-kawanku pun sedang pulang ke kampung masing-masing. Kala itu, pertama kalinya aku melewati tahun baru dengan keadaan yang sangat terpuruk, sendiri, dan sedih. Ya, aku mengalami depresi saat itu. Berat rasanya harus tetap menjalani rutinitas profesi ini di saat mentalku jatuh. Sampai suatu ketika, dokter penanggungjawab ayahku menelepon. Suatu hal yang tidak biasa untukku. Ada firasat buruk.. Ya, firasatku benar. Ayahku dipindah ke ICU COVID karena kondisinya memburuk. 

Perasaanku saat itu hanya memikirkan bagaimana jika... bagaimana jika... hal yang lebih buruk terjadi. Meskipun demikian, dukungan dan doa terus mengalir dari kakakku dan saudara-saudara kami. Kadang logikaku sudah tidak jalan. Seperti halnya orang yang sudah putus asa.. Segala hal kami coba termasuk memberikan obat cina yang beredar luas saat itu dan banyak digunakan oleh pasien COVID. Tak lama aku mendapat teguran dari dokter penanggungjawab karena hal tersebut. 

Mungkin terkesan sepele mendapat teguran, tapi ucapan beliau seperti satu keping batu yang meruntuhkan segala pertahananku. Pikiranku buyar dan aku menangis. Aku sudah tidak peduli ada siapa disana. Aku hanya ingin menangis meluapkan emosiku. Tangisan ini seperti tak bisa kuhentikan. Satu-satunya yang membuatku berhenti adalah rasa lelahku sendiri. 

Aku pulang sambil menunduk malu karena wajah dan mataku kemerahan. Seketika aku sampai rumah, aku masih belum bisa menegakkan kepalaku. 

Sampai...

Pada akhir tahun 2020, aku mendapat kabar bahwa ayahku sudah membaik dan bisa pindah ke ruang perawatan umum. 

Disinilah aku mulai mendapat harapan. Mulai bisa tersenyum. 

Aku bisa memahami bagaimana sulitnya mencari tabung oksigen. Bagaimana sedihnya orang tua harus menjalani perawatan di RS tanpa ditemani anak-anaknya. Bagaimana kekhawatiran keluarga saat mencari ruangan saja harus mengantri padahal napas sudah sulit. Bagaimana rasa takut akan terjadi suatu hal buruk dan kita tidak ada di sisinya.. Aku tahu. Aku pernah ada di posisi itu. 

Jangan patah semangat. Kita tahu semua sudah diatur oleh Yang Menciptakan kita. Dukungan terpenting adalah doa. Percayakan kepada tenaga kesehatan yang mengelola keluarga kita. Doakan agar tenaga kesehatan yang menjadi garda terdepan ini selalu dilindungi dan diberi kekuatan. Doakan agar keluarga kita yang sedang berjuang melawan virus ini bisa segera pulih. Dan berdoa untuk dirimu sendiri.

Semoga apapun yang sedang kita lalui saat ini. Kita diberi kekuatan dan ketabahan. Sabar.. semua pasti berlalu :)

Komentar

Postingan Populer