Ini Baru Dimulai
“Saya
memutuskan untuk mencoba SBMPTN kembali.”
Kalimat itu
terucap dalam batin saya saat awal bulan Januari tahun 2016. Kala itu, saya
sedang dalam masa liburan kuliah. Saya pikir, selagi libur seperti ini, saya
akan memanfaatkannya dengan belajar bahasa inggris saja dan ikut kelas intensif
untuk persiapan SBMPTN bulan Mei nanti. Tapi, saya berpikir ulang. Bapak saya
bertanya kepada saya, “Kenapa ga mulai dari sekarang aja lesnya? Kan, mumpung
masih libur, dek..” tegasnya.
Seperti biasa,
saya hanya menjawab, “Oh ya, ya..”
Akhirnya, saya
memutuskan untuk datang ke tempat bimbel yang terdekat dari rumah saya. Bimbel
ini adalah cabang dari tempat bimbel saya dua tahun yang lalu, tetapi cabang di
kota Cimahi masih tergolong baru.
Setibanya
disana, saya bertemu dengan Teh Nanda yang sudah lama meng-handle FO bimbel tersebut. Awalnya, saya merasa gugup karena
setahu saya, bimbel disini bayarnya sangat mahal dan saya tidak ingin
memberatkan orang tua karena namanya juga mahasiswa, sudah berbeda mindset-nya (hemat, guys). Tapi, Alhamdulillah.. Karena cabang Cimahi baru dibuka tahun
2014, setiap pendaftar mendapat potongan yang saya bilang sangat besar jika dibandingkan
dengan biaya bimbel saya dua tahun yang lalu (kira-kira, saya seperti membayar
sepertiganya). Namun, saya tidak menampik bahwa kesibukan saya kuliah dan
organisasi mungkin akan sedikit menghambat saya untuk mengikuti bimbel, apalagi
bimbel untuk kelas alumni hanya diadakan pagi hari. Jadwalnya pun tidak ada
yang cocok. Sekalipun ada, saya tetap harus mempertimbangkan hal lain. Tidak
hanya masalah jam kuliah, tetapi masalah transportasi. Di satu sisi, bimbelnya
memang dekat dengan rumah saya, tetapi kalau saya harus masuk kelas bimbel di
hari kuliah (Senin s.d. Jumat), saya harus mau bolak-balik Jatinangor-Cimahi
dan perjalanan paling cepat itu ditempuh selama lima puluh menit (termasuk nge-time dulu). Terpaksa, saya memilih
untuk ikut kelas reguler yang, normalnya, progressnya cukup lambat karena kelas
reguler diperuntukkan untuk siswa/i SMA yang akan UN dan ujian-ujian lain yang
belum fokus ke SBMPTN. Mereka juga masih berkesempatan untuk mengikuti SNMPTN.
Oh ya,
sebelumnya, saya juga sudah menceritakan
masalah ini kepada Teh Nanda. Saat menceritakan bahwa saya alumni dua tahun
yang lalu, dia langsung menanyakan status saya yang sudah kuliah atau belum.
Dia pun kaget saat mendengar jawaban saya. Dia heran.. kok, sudah kuliah di ITB
masih mau mencoba SBMPTN lagi. Ada apa
gerangan?
Sembari Teh
Nanda membereskan formulir pendaftaran, tiba-tiba, saya bertemu dengan guru
matematika saya yang dulu pernah beberapa kali mengajari saya. Saya ingat
sekali dengan nama guru yang satu ini karena namanya sangat unik. Beliau adalah
Ibu Anjar. Bu Anjar juga kaget dan menanyakan hal yang sama seperti Teh Nanda.
Ya, seperti itulah kira-kira pertemuan awal saya dengan mereka.
***
Beberapa hari
kemudian, saya masuk kelas pertama di bimbel. Rasanya sangat aneh, bisa satu
kelas dengan siswa reguler yang masih menggunakan seragam SMA. Saat itu, hanya
kurang beberapa hari lagi, saya masuk kuliah, sedangkan anak-anak SMA sudah
mulai masuk sekolah. Oh ya, saya juga merahasiakan identitas mahasiswa saya
karena tidak ingin dipandang berbeda dari yang lain. Tapi, selalu ada angin
yang berhembus dan mengendap-endap. Teman-teman yang sekelas dengan saya mulai
bertanya, “Kakak yang udah kuliah di ITB itu, kan?” Benar saja, pasti mereka
akan tahu karena guru-guru sudah mengenal saya dan pasti menceritakannya kepada
murid-murid. Tapi, saya positive thinking
saja. Siapa tahu, murid-murid justru bisa lebih termotivasi.
***
Semakin lama,
saya dan teman-teman bimbel mulai saling mengenal dan mulai lebih dekat. Mereka
sudah seperti adik saya sendiri. Namun, tidak jarang, saya harus fokus dengan
pekerjaan saya sendiri dan tidak bergabung dengan mereka karena posisi saya
tidak sama seperti mereka, baik alumni maupun murid-murid kelas XII. Saya
memiliki kewajiban untuk belajar dan mengerjakan tugas-tugas untuk memenuhi
syarat penilaian di perkuliahan. Saya tidak bisa ikut bersenda gurau terlalu
lama dan tidak bisa juga belajar materi SBMPTN terus menerus. Saya harus bisa
mengatur waktu antara kuliah dengan bimbel. Beberapa materi juga harus saya
kejar sendiri dan saya ulang-ulang lagi karena progress di kelas hanya sedikit
untuk saya yang sudah mempelajari materi itu selama bertahun-tahun. Tapi, saya
sangat senang dengan tergabung dalam kelas saya. Meskipun kadang terlalu banyak
bercanda, justru mereka yang membuat saya bisa sembuh. Saya merasa lebih segar
dan senang belajar disana tanpa dibebani apapun.
Di bimbel,
teman pertama yang saya kenal adalah Silmi dan yang kedua adalah Hanur. Silmi
ini adik kelas sahabat saya yang satu kamar dengan saya di asrama, si Ijo. Dia
sangat baik dan murah senyum. Nah, kalau Hanur, dia sangat rajin. Momen pertama
kali saya mengenal Hanur adalah ketika dia berani menanyakan soal-soal
matematika kepada saya dan pertanyaannya juga susah hahaha Setelah mendapatkan
jawaban, Hanur selalu datang lagi dan terus saja seperti itu. Tak hanya dengan
saya, kalau diperhatikan, Hanur selalu bertanya pada siapa pun. Soal-soal TO
yang lalu juga sudah dia kerjakan lagi dan selesai lebih cepat dibandingkan
teman-temannya. Catatannya, bukan main, rapi tenan.. Tapi, herannya, dia selalu menanyakan soal matematika pada
saya. Iseng-iseng saya bertanya, “Kamu rajin banget, Nur.. Emang mau masuk
jurusan apa?”
“Matematika, kak. Hehe.. “ jawabnya
sembari malu-malu.
“Beuh.. pantesan. Tapi jangan cuma matematikanya
aja atuh yang dikerjain hahaha..” jawab saya sambil bercanda.
Selalu ada
saja orang seperti Hanur, dia sudah seperti adik kandung saya karena pipi kami
juga sama-sama chubby. Kami juga
sama-sama menggunakan kacamata dan berjilbab. Liat Hanur seperti liat diri saya
sendiri, apalagi kalau sudah dicubit teman-temannya. Akhirnya, ada yang bisa
saya cubit hahaha.. Dia tidak berani mencubit saya karena saya seniornya wkwkwk
Nanti dilain kesempatan, saya
akan bercerita lebih banyak tentang ITA 5002 dan teman-teman di bimbel..
***
Hari demi
hari, akhirnya saya mulai masuk kuliah semester 4. Pada awalnya, saya merasa
semester 4 ini masih sama seperti semester sebelumnya yang banyak gabut. Tapi, menjelang pertengahan
semester, saya mulai kelabakkan. Saya sering bolak-balik Jatinangor-Cimahi
untuk menjalani bimbel dan kuliah. Terkadang saya harus berangkat dengan jalur
Jatinangor-Bandung-Cimahi karena ada beberapa kelas di Ganesha, tetapi biasanya
hanya di akhir pekan. Hampir setiap hari saya bolak-balik dan selalu sampai
rumah pukul 21.00 WIB. Padahal ketika saya sampai di tempat bimbel, guru-guru
banyak yang sudah pulang dan biasanya siswa yang masih di ruang diskusi sampai
semalam itu hanya saya. Memang atmosfernya cukup berbeda dengan bimbel saya
dulu. Tapi, ada buruknya juga belajar sampai malam karena energi untuk berpikir
sudah tidak maksimal dan otak butuh istirahat. Jika tidak, saya bisa terjatuh
sakit dan ini saya alami saat pertengahan semester menjelang UTS.
Saat saya
sedang di asrama, tiba-tiba saja, tubuh saya terasa dingin dan saya mengalami
flu berat. Saya merasa tidak enak karena saya tinggal bersama orang lain juga
dan takut menularkannya. Akhirnya, saya memutuskan untuk pulang ke rumah dan
memeriksakannya ke dokter. Saat ke tempat praktik dokter spesialis penyakit
dalam, perawat yang mendampingi sang dokter melihat adanya bintik-bintik timbul
di tangan saya yang jumlahnya cukup banyak. Perawat tersebut langsung
melaporkannya ke dokter dan menyarankan saya agar cek darah di rumah sakit
malam itu juga. Setelah melakukan cek darah, hasilnya, trombosit saya turun,
tetapi hanya sampai 111 ribu. Lucu sekali rasanya. Dokter mendiagnosis saya
terkena demam berdarah. Saya tidak merasakan demam, mual, nafsu makan turun,
bintik merah di tangan dan tidak timbul, atau gejala lainnya yang menunjukkan
saya sakit demam berdarah atau tifus. Gejalanya hanya satu, sakit flu berat
hahaha.. Tapi, aturan rumah sakit di sini, pasien yang positif demam berdarah
harus dirawat, akhirnya, mau tidak mau diinfus juga. Saya paling sebal kalau
ditusuk-tusuk jarum suntik dan harus cek darah tiap hari. Menyesal juga saya
periksa ke dokter hahaha.. Ya.. saya mengambil hikmahnya saja. Mungkin, Allah
mau menegur supaya saya lebih menjaga kesehatan dan sekarang stop dulu semuanya, biar badan saya
istirahat dulu.
***
Selama dirawat,
banyak yang menjenguk, termasuk teman-teman kuliah saya dan sahabat-sahabat SMA
saya yang tidak disangka datang ke Cimahi. Sekar dan Uji datang menjenguk saya
dan saya langsung menangis karena rindu sekali dengan mereka. Oh ya, Uji kuliah
di jurusan Arsitektur UNPAR angkatan 2014. Dia pintar menggambar dan orangnya
sangat kreatif. Dulu, uji sangat aktif di sekolah. Saya, Sekar, dan Uji tidak
sengaja dipertemukan dalam satu kelas. Kami sering duduk depan belakang. Uji
sebangku dengan Ihsan (Biologi UNPAD ’14) dan mereka sering berantem unyu-unyu. Kami bertiga sering bersama,
sampai pernah dijuluki Geng Waro. Jadi,
di kelas IPA 7 ada yang namanya Geng Waw.
Nah, mereka suka menyapa salah satu di antara kami bertiga, tetapi sering
tidak diwaro (ditanggapi). Akhirnya,
mereka memanggil kami Geng Waro
hahaha.. Jadi, wajar kalau kami dipanggil orang dan kita ga ngewaro.
Saat mereka
datang, saya juga menceritakan niat saya untuk mencoba tes lagi dan mereka
turut mendukung. Kebetulan, adiknya sekar, de Bunga, lulus SMA pada tahun ini
dan ingin sekali diterima di FK UGM.
Jujur saja,
awalnya saya tidak berniat mencoba lagi karena pada angkatan 2016, sudah
diberlakukan aturan baru, yakni penjurusan dari kelas X dan menerapkan
kurikulum 2013. Mereka tentu lebih pintar dibandingkan saya yang baru masuk
jurusan IPA saat naik kelas XI. Hal tersebut membuat saya takut untuk mencoba
karena saingannya jauh lebih siap. Ditambah lagi, sistem SNMPTN 2016 ini sangat
berbeda. Pada tahun ini, diberlakukan kembali kuota khusus bagi pendaftar
SNMPTN berdasarkan akreditasi sekolah. Misalkan, sekolah dengan akreditasi A
dapat mendaftarkan muridnya yang termasuk 75% terbaik di sekolahnya selama
semester tertentu (saya lupa semester berapa saja). Nah, semakin sulit bukan?
Saya sudah menduga, pasti peserta SBMPTN 2016 akan membludak dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Tapi, apa
daya, Allah memang sudah mengaturnya sedemikian rupa.
***
Setelah saya
sembuh, saya mulai menjalani aktivitas seperti biasa. Tapi, kali ini, saya
mencoba untuk tidak memaksakan diri saya. Saya sadar bahwa saya tidak bisa
mendapatkan keduanya, kuliah dan bimbel. Untuk menggapai impian, harus ada
pengorbanan, hanya ada salah satu yang harus saya pilih daripada saya berusaha
susah payah mendapatkan keduanya dan hasilnya tidak ada yang berhasil. Selain
itu, jika saya lebih sering bolak-balik, energi dan waktu saya banyak habis di
jalan. Saya harus berjalan ke tempat berhentinya bis EXPLORE dari asrama atau
kelas sekitar 500 m dan menunggu kira-kira tiga puluh menit sampai setengah
dari tempat duduk dalam bis penuh. Akhirnya, saya memutuskan untuk belajar di
asrama saja dan pulang tiap akhir pekan. Untungnya, Ijo sangat mengerti keadaan
saya, dia berusaha tetap hening di kamar agar saya bisa belajar dan Ijo juga
bisa fokus belajar materi kuliahnya. Oh ya, saya juga banyak bertanya pada Ijo
dan dia dengan senang hati menunjukkan buku kumpulan rumusnya lalu
menjelaskannya pada saya. Waktu saya sakit, Ijo juga memasakkan air panas untuk
saya :’)
Berhubung
kegiatan Ijo sangat padat, kami saling berbagi tugas. Kadang, saya suka cerewet
kalau kamar sudah berantakan. Tapi, saya juga yang membereskan haha lumayan,
kok, olahraga, kadang-kadang juga bergantian.
***
Saya sempat
khawatir dengan Ijo karena kegiatannya sangat padat bahkan dia sangat asyik
dengan kegiatan-kegiatan tersebut. Tapi, tidak disangka, Ijo tetap meluangkan
waktunya dengan baik untuk beribadah. Ijo mampu meluangkan waktunya untuk
melakukan berbagai hal bermanfaat dan dia sangat mandiri. Dia adalah salah satu
reporter Kantor Berita ITB yang sering bertemu dengan orang-orang hebat atau
bisa dikatakan sebagai para petinggi di kampus ITB. Saya yang lebih muda
dibandingkan dia saja masih bergantung dengan orang tua, sedangkan Ijo sudah bisa mencari uang sendiri dengan
berjualan, bekerja sebagai reporter, dan berusaha mendaftarkan beasiswa. MashaAllah..
Ijo itu hebat sekali. Allah mengaruniakannya sifat keuletan, dia pandai mencari
peluang dan itu juga hasil dari ikhtiarnya. Saya ingat sekali, dia sering
bolak-balik ke Lembaga Kemahasiswaan (LK) untuk mendaftarkan beasiswa. Saya
selalu berusaha menyemangati dan mendukungnya untuk terus berusaha meskipun
sering belum rezekinya. Tapi, Alhamdulillah.. Allah sudah mengatur waktunya.
Akhirnya, dia bisa mendapatkan beasiswa.
Luar biasa..
Kagum saya.. Dia juga mampu mendapatkan hasil yang baik dalam akademiknya. Saya
sangat berterima kasih dan merasa beruntung bisa tinggal selama kurang lebih
setahun, walaupun tidak full, bersama Ijo yang sudah menjadi teman baik saya
sejak SMP dan dipertemukan kembali di universitas. Berkat apa yang dia lakukan,
upaya dan doa yang tanpa henti, saya jadi ingin lebih dekat dengan Allah. Saya
mulai bertanya pada Ijo tentang berbagai hal dalam Islam. Sholat sunnah,
hal-hal yang masih ambigu dalam pikiran saya, dan mulai memperbanyak sholat
sunnah, membaca dan menghapal Al-Qur’an, dan berpuasa Senin-Kamis. Ijo
memberikan contoh yang baik dan saya sangat merasakan dampaknya dalam batin
saya. Ketenangan adalah hal utama yang paling saya rasakan. Saya mulai
mengintrospeksi diri dan melihat ke belakang. Saya sadar bahwa diri ini masih
jauh dari sempurna. Dulu, sholat wajib masih bolong-bolong, sholat pun suka
saya kebut, berdoa ketika sedang mood
saja, dan jarang sekali melaksanakan sholat sunnah termasuk sholat malam. Saya
sombong, hanya bermimpi tinggi, tetapi saya tidak fokus berikhtiar. Saat SBMPTN
2015, saya sempat sedang dekat dengan beberapa orang dan ternyata hal tersebut mengganggu
fokus saya. Kami sering berbalas-balasan chat
di Line dan saya menyesal sekali
karena hal tersebut membuang-buang waktu saja.
***
Banyak sekali
pelajaran yang saya ambil selama satu tahun di jurusan bersama Ijo dan
teman-teman lain. InsyaAllah, di lain kesempatan, saya akan menceritakan kisah
saya di jurusan bersama teman-teman seperjuangan.
Seiring dengan
berjalannya waktu, saya mulai lebih fokus dengan persiapan SBMPTN karena jadwal
ujian untuk tahun ini dimajukan menjadi tanggal 31 Mei. Mungkin ada beberapa
sebab yang dipertimbangkan panitia terpusat, tetapi faktor utamanya itu,
menurut saya, tidak lain karena Idul Fitri tahun ini jatuh pada bulan Juli.
Karena itu, semua tes termasuk UAS saya di jurusan dimajukan. Memang jarak
antara UTS dengan UAS cukup dekat. Meskipun tidak diberitahukan hasil UTS-nya,
saya tetap merasa kurang dan memang tidak mampu mengerjakannya karena fokus
saya sudah terbagi untuk persiapan SBMPTN.
Selama
persiapan menuju UAS, saya justru lebih sering bolak-balik Jatinangor-Cimahi.
Saat itu, kelas intensif sudah mulai dan sangat padat. Namun, ada aturan
tertentu untuk tahun ini di tempat bimbel saya. Siswa dilarang belajar hingga
melewati pukul 19.00 WIB, kalau pun ada yang ingin tambahan, jamnya juga
dibatasi dan sangat tidak disarankan. Hal ini dilakukan karena seringkali siswa
justru tidak serius, lebih banyak bercanda, atau hanya kumpul-kumpul dengan
teman, bukan untuk belajar. Hal lain yang ditakutkan, siswa akan mengantuk di
pagi hari saat kelas atau justru gurunya yang jatuh sakit karena kurang
istirahat. Akibatnya, pembelajaran tidak akan optimum. Saya sangat setuju,
tetapi untuk kasus saya, tentunya akan berbeda dan saya tidak bisa seperti
mereka. Alhamdulillah, guru-guru disana juga mengerti keadaan saya yang harus
bolak-balik dan mereka juga takut kalau saya jatuh sakit lagi. Jadi, mereka
tidak memaksakan saya untuk melakukan kewajiban yang sama seperti siswa lain selama
di bimbel tersebut.
***
Hari demi
hari, sudah ada lebih dari lima TO yang saya ikuti. Pada awalnya, saya
mengalami peningkatan. Awalnya masih sekitar 50-57% dan mulai menginjak angka
tertinggi sekitar 59% dengan keterangan lulus ke FK UNPAD. Saat itu, saya
senang sekali karena sudah bisa mencapai angka itu. Sebenarnya, awalnya, saya
masih memilih FK UGM sebagai pilihan pertama, tetapi angkanya cukup tinggi,
hampir mencapai 62%. Tapi, setelah saya pikir-pikir, itu hanya angka passing
grade (PG) yang dibuat oleh bimbel. Mereka tidak melihat dari sisi jumlah
pendaftar atau peminat. Padahal, yang saya tahu, pihak UNPAD mendata bahwa
peminat FK tahun 2016 dari jalur SNMPTN mencapai enam ribu lebih. Saya tidak
kaget karena siapa, sih, yang tidak ingin kuliah FK dan biaya kuliahnya gratis?
Faktor lainnya, orang Jawa Barat itu tidak suka keluar daerahnya karena di sini
sangat sejuk, makanannya enak-enak, bisa dekat dengan keluarga, dan bisa lebih
hemat. Jadi, wajarlah kalau peminatnya sampai sebanyak itu. Yang paling bikin keder, waktu itu, saya melihat hasil TO
se-Bandung (dari seluruh cabang bimbel saya). Mata saya langsung tertuju pada
peringkat tertinggi. Tahu tidak nilainya berapa? Kalau tidak salah sekitar 75%.
Waduh, saya yang sudah kuliah saja, yang sudah belajar basic science-nya, masih jauh dari angka itu. Yang lebih kaget
lagi, pilihannya juga ke FK UNPAD. Duh.. duh..
Saya mulai
berpikir kembali untuk menentukan pilihan dan prioritasnya. Saat itu, memang
agak terlalu cepat menentukannya karena saya ingin bisa tenang, sudah mendaftar
SBMPTN, dan saya bisa fokus untuk persiapan UAS. Waktu itu, belum ada
pengumuman SNMPTN, tetapi saya cepat-cepat mendaftar. Nah, ini penting. Waktu
pengisian data memakan waktu yang cukup lama bagi saya karena saya tidak ingin
hanya disebabkan masalah teknis (kesalahan data), saya tidak dapat diterima di
jurusan yang saya inginkan. Jadi, saya cek ulang terus, berkali-kali sampai
sudah bosan. Akhirnya, tiba di kolom pilihan prodi. Saya dan bapak saya sempat
mengobrol sampai ngalor ngidul. Kami
berdua saling mengupas tuntas plus minus –nya
jika memilih prodi PD di beberapa tempat.
Pertama,
pilihan yang sudah fixed adalah FK
UNPAD karena saya mengikuti SBMPTN di daerah Jawa Barat dan prodi PD di Jawa
Barat, khususnya yang terdekat dari Bandung, memang cuma ada di UNPAD untuk
PTN. Nah, berikutnya, pengaman atau pilihan ketiga. Pilihan ketiga ini adalah
kuncinya. Berhubung ini tahun terakhir saya mencoba, saya memilih prodi yang
sama untuk ketiga pilihan, yaitu PD. Sekarang,
tinggal menentukan universitasnya. Ada tiga universitas yang menjadi
pertimbangan saya, yaitu UNSOED, UNS, dan UNUD (UDAYANA). Pertimbangan pertama
adalah UNSOED. Kenapa? Karena ada sahabat saya, Sekar, yang kuliah disana.
Setidaknya, terakhir kalinya saya mencoba, kalau pun diterima di pilihan
ketiga, saya masih bisa mendapatkan keuntungan. Jadi, disana masih ada teman
dekat yang bisa saling membantu jika ada kesulitan dalam perkuliahan. Yang
kedua adalah UNS. Kenapa? Transportasi di sana cukup mudah. Bisa dijangkau
dengan menaiki kereta Lodaya atau dengan pesawat karena sudah terdapat bandara.
Biaya hidup disana murah dan banyak saudara saya yang tinggal di Surakarta. Tapi,
kelemahannya, UNS lebih diketahui orang-orang dibandingkan UNSOED. Tak jarang,
orang-orang memilih FK UNPAD/FK UI/FK UGM sebagai pilihan pertama dan FK UNS
sebagai pilihan kedua. Yaa... dapat dikatakan bahwa UNS menerima ‘lemparan’
dari pilihan yang sangat tinggi. Sooooo, I say ‘NO’.. Nah, yang ketiga adalah
UNUD.
Sebenarnya,
saya tidak terlalu mepertimbangkan untuk memilih UNUD karena jaraknya sangat
jauh dari tempat tinggal saya. Tapi, ini bisa jadi pertimbangan yang baik juga.
Kakak saya sempat bekerja selama beberapa bulan di Bali dan kala itu masih
dinas disana. Katanya, FK UNUD sangat bagus dan sudah seperti FK UNPAD-nya
Bali. Selain itu, Bali adalah Kota Wisata. Jadi, bandara dan segala macam
fasilitas sudah cukup mendukung. Kalau pergi atau pulang, tinggal menaiki
pesawat. Transportasi menggunakan pesawat juga lebih cepat dibandingkan harus
naik kereta dan berhenti di stasiun tertentu, lalu menaiki kereta lokal untuk
sampai tujuan. Hal ini juga yang membuat Bapak saya tidak merekomendasikan saya
untuk memilih FK UNNEJ (JEMBER) karena transportasi susah (kata bapak saya,
sih, hehe Maaf kalau salah). Padahal ada satu teman SMA saya yang kuliah di FK
UNNEJ. Tapi, setelah dipikir-pikir, hasil TO saya di bimbel selalu lolos ke FK
UNSOED yang PG-nya mendekati PG FK UNUD. Kalau begitu, saya tentu memilih yang
lebih dekat, yaitu FK UNSOED untuk pilihan ketiga.
Lalu,
bagaimana dengan pilihan kedua?
Jujur saja,
saya sangat bingung menentukannya. Pilihan kedua pasti harus lebih rendah
daripada FK UNPAD. Saya tidak mau menempatkan FK UNPAD di pilihan kedua karena
tujuan saya memang ingin mendapatkan kesempatan bisa kuliah di PD tanpa
dibebani biaya kuliah. Tapi, kalau saya memilih FK UNS sebagai pilihan kedua,
saya juga bisa langsung masuk ke pilihan ketiga karena ‘lemparan’ tadi. Dipikir-pikir,
sayang, kan, kesempatan terakhir mencoba SBMPTN, tetapi tidak memilih prodi
yang cukup tinggi persaingannya dan kualitasnya. Akhirnya, saya disarankan Bapak
saya memilih FK UGM. Saat teman-teman dan guru-guru tahu prioritas saya seperti
itu, respon yang diberikan sangat beragam dan umumnya kaget karena FK UGM
memiliki PG yang lebih tinggi daripada FK UNPAD. Saya pernah dimarahi sampai
babak belur oleh guru saya karena tidak mengonsultasikan hal ini sebelumnya.
Mereka beranggapan bahwa saya terlalu nekad.
Karena biar pun FK UNPAD pesaingnya banyak, tidak menutup kemungkinan juga, FK
UGM tetap tinggi keketatan untuk masuknya. Tapi, sekali lagi, saya tekankan.
Mungkin ini bisa menjadi pertimbangan bagi adik-adik yang akan mengikuti SBMPTN
2017.
Kalian perlu tahu..
Setiap bimbel
membuat PG yang didesain sedemikian rupa. PG tersebut berbeda di tiap bimbel
dan sifatnya sangat relatif. Ada beberapa bimbel yang sengaja meninggikan PG
agar siswanya lebih termotivasi dan dengan anggapan bahwa jika mereka bisa
melewati PG tersebut, mereka dapat lulus di prodi dan PTN yang diinginkan.
Kenapa? Bisa saja, dalam kenyataannya, PG prodi yang dipilih jauh lebih rendah
dari PG bimbel. Biasanya, sekitar 3-8% lebih rendah, mungkin lebih besar, atau
bahkan sama besar dengan PG yang ada di bimbel. Berlaku juga untuk soal TO.
Terkadang, soal TO dibuat satu tingkat lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat
kesulitan soal SBMPTN yang sebenarnya. Hal ini untuk mencegah kemungkinan
terpahitnya jika soal sangat susah atau sangat mudah. Tapi, pada dasarnya, soal
SBMPTN itu berpola dan berbagai soal dengan tingkat kesulitan mulai dari yang paling
rendah hingga yang paling tinggi juga ada. Jadi, tidak ada, tuh, SBMPTN soalnya
susah semua atau mudah semua. Terkadang, kita diberikan soal yang mudah, tetapi
juga tidak selalu mudah. Kita kadang terlena dengan soal yang sederhana dan
cenderung meremehkan. Eh.. hasilnya, kita tidak teliti dan mudah sekali
terjebak dengan soal. Terbiasa dengan hal yang sulit juga dapat menjebak.
Kadang, kita cenderung berpikir rumit padahal, mungkin, hanya perlu
memasukkannya ke dalam sebuah rumus atau hanya menggunakan logika. Jangan
terlalu senang juga dengan soal yang mudah karena mudah bagi kita juga mudah
bagi peserta lain.
Nah, lalu,
bagaimana kita bisa terbiasa dan peka dengan tipe-tipe soal? Caranya, rajin
berlatih. Sesering mungkin menambah jam terbang. Nanti akan terasa sendiri mana
soal yang mudah, mana soal yang sulit, dan kita akan tahu, soal yang mana yang
perlu dikerjakan terlebih dahulu sesuai kemampuan kita. Dengan berlatihlah,
kita akan tahu dimana kekurangan dan kelebihan kita. Tentunya, mengasah
kemampuan otak juga harus dibarengi dengan latihan mengatur waktu. Mental kita
harus siap dan konstan terhadap waktu. Jangan sampai panik menjelang akhir
waktu. Susun strateginya! Ya, nanti di lain kesempatan, mungkin, saya bisa sharing seputar strateginya.
***
Okay, kembali lagi..
Menentukan
pilihan itu bukan hanya mempertimbangkan dari satu sisi. Tapi, perlu
dipertimbangkan dari berbagai sisi terutama minat dan faktor-faktor yang
menjadi pertimbangan tertentu (biasanya, setiap orang memiliki faktor yang
berbeda) termasuk peminat prodi. Nah, minat adalah hal utama. Saya sudah pernah
merasakan sulitnya beradaptasi dengan mata kuliah di jurusan saya karena memang
minat saya bukan di jurusan ini. Memang lama-lama akan beradaptasi, tapi
percayalah, akan jauh lebih menyenangkan jika kita memilih jurusan sesuai
dengan apa yang kita inginkan. Karena ini terakhir kali bagi saya, saya tidak
ingin jika sudah diterima, tetapi tidak diambil karena tidak sesaui minat.
Jadi, saya memilih straight to FK. Nah,
lain lagi kalau dilihat dari sisi peminat. Kalau dilihat dari peminat SNMPTN,
jumlah peminat sebanyak enam ribu itu tidak sedikit, lho. Pasti di antara enam
ribu orang itu terdapat ribuan orang yang sangat kompeten untuk diterima DAN
sangat mungkin mereka yang tidak diterima SNMPTN dengan jumlah RIBUAN itu akan
memilih lagi prodi yang sama di SBMPTN. Plus,
terdapat juga alumni-alumni seperti saya. Jadi, tidak ada salahnya saya
memilih FK UGM di pilihan kedua dan saya sangat yakin—tentunya sudah berdoa
juga—bahwa pilihan saya tidak salah. Jadi, seperti ini urutannya:
1. FK UNPAD
2. FK UGM
3. FK UNSOED
1. FK UNPAD
2. FK UGM
3. FK UNSOED
Bismillah.. hehe
***
Jadi, jangan
takut untuk memilih ya, wankawan..
Tapi, PG bimbel juga menjadi cerminan untuk kita agar lebih realistis dalam
memilih. Tidak diterima itu bukan suatu hal yang buruk juga karena Allah juga
sudah mengatur segalanya dengan baik. Tapi, mohon tetap dipertimbangkan dan
jangan nekad. Dari tulisan saya saja,
kalian sudah bisa membayangkan, betapa banyaknya hal yang saya pertimbangkan.
Jangan terburu-buru dalam memilih atau ikut-ikutan
teman. Berat, lho, harus menunggu tahun depannya lagi untuk SBMPTN. Jadi,
pintar-pintar menyusun strategi dalam memilih.
Pasti capek, ya, membacanya. Yuk, kita istirahat dulu. Tunggu kisah
berikutnya, ya.. J
To be continued..
Komentar
Posting Komentar